Mitsubishi eK Wagon |
Honda Vamos Hobio Van |
Daihatsu Move |
Mitsubishi i MiEV |
Suzuki Twin 660 Gasoline |
Lucu-lucu? Atau aneh? Atau unik? Tunggu ... aneh dan unik bedanya apa? Ha ha ha.
Gambar-gambar di atas adalah contoh model mobil yang dikenal sebagai keijidousha (軽自動車). Keijidousha atau kei-car atau K-car adalah kategori mobil mini yang populer di Jepang. Meskipun mini, rupanya mobil-mobil ini tersedia untuk berbagai keperluan, mulai dari mobil penumpang, mobil angkut barang, ataupun mobil bak terbuka (pick-up truck).
Sejak berhenti mengisolasi diri dan membuka negerinya terhadap kontak dengan bangsa lain, Jepang telah berubah jauh dari sebuah negara feodal-tradisional menjadi negara maju yang supermodern. Dimulai dari mengimpor teknologi-teknologi dari Eropa dan Barat, mempelajari teknologi tersebut satu per satu, lalu mulai memproduksi produk sendiri dengan teknologi yang telah mereka pelajari. Inilah semangat berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, yang pernah digembar-gemborkan oleh Presiden Soekarno--yang ingin melihat bangsanya mandiri setelah merdeka, agar betul-betul merdeka.
Sebelum Perang Dunia II pun, Jepang sudah dikenal sebagai salah satu negara yang telah mampu memproduksi mobil sendiri. Ini karena semangat mereka memodernisasi masyarakatnya dan semangat kemandirian mereka yang memang tinggi sehingga mereka mampu menerapkan teknologi yang dipelajari secara mandiri.
Mobil adalah salah satu produk industri mesin Jepang yang telah dikenal dan diakui dunia sejak setengah abad yang lalu. Industri yang sampai sekarang belum terwujud di Indonesia padahal Indonesia adalah salah satu negara yang sebagian masyarakatnya cukup doyan membeli mobil.
Setelah kalah Perang Dunia II, Jepang yang ekonomi, industri, dan sarana-prasarananya berantakan kembali bangkit menggeliat. Ketika itu, sebagian besar masyarakat Jepang tidak mampu membeli mobil (baik buatan Eropa maupun Jepang sendiri) yang dulunya laris manis. Selain itu, harga bahan bakar minyak sangat tinggi sehingga efisiensi bahan bakar sangat diutamakan bagi setiap mesin. Di satu sisi, mereka mampu membeli sepeda motor namun kendaraan tersebut kurang efisien jika harus digunakan mengangkut orang lebih dari satu atau barang.
Untuk mengatasi kebutuhan akan kendaraan multifungsi itulah, standar keijidousha dibuat. Keijidousha sejatinya diciptakan untuk mengatasi kebutuhan masyarakat akan kendaraan yang mampu mengangkut lebih dari dua orang atau barang lebih banyak daripada sepeda motor. Pada 1949, peraturan pemerintah membatasi kapasitas mesin keijidousha tidak lebih dari 150 cc untuk mesin 4 tak dan 100 cc untuk mesin 2 tak. Lalu, tahun demi tahun, pemerintah menaikkan batas maksimum kapasitas mesin karena pertambahan kebutuhan tenaga dan fungsional kendaraan serta menarik para produsen kendaraan untuk membuat kendaraan yang efisien bahan bakar ini.
Selanjutnya, industri dan ekonomi Jepang kembali bangkit dan stabil. Akan tetapi, rupanya keijidousha belum kehilangan penggemar dan konsumennya. Para konsumen masih menyukainya karena meskipun kecil dan cenderung kurang bertenaga (mesinnya), keijidousha sangat efisien bahan bakar, praktis dalam penggunaan (terutama ketika digunakan melintasi daerah pemukiman yang rata-rata ukuran jalannya sempit), bersukucadang murah, dan berpajak murah.
Berdasarkan peraturan pemerintah--yang terbaru adalah revisi yang berlaku mulai 1 Oktober 1998, yang disebut keicar, keijidousha, atau mobil mini adalah kendaraan roda empat atau roda tiga, yang panjangnya tidak lebih dari 3,4 m (11.2 feet) dan lebarnya tidak lebih dari 1,48 m (4.9 feet), tinggi maksimumnya 2 m, dan berkapasitas mesin tidak lebih dari 660cc serta menghasilkan tenaga yang tidak lebih dari 63 hp.
Dimensi yang relatif kecil itu sangat bermanfaat ketika mobil tsb digunakan melintas daerah perumahan di Jepang yang jalannya kecil-kecil dan sempit-sempit. Asal tahu saja, kondisi lebar jalan di Jepang tidak jauh beda dari perumahan di Indonesia kok. Permasalahannya cuma dalam hal ketertiban saja. Orang Jepang sangat tertib dalam memarkir kendaraan. Orang yang nekat memarkir kendaraannya di tempat yang tidak boleh diparkiri akan dilaporkan ke polisi--kalaupun tidak dilaporkan, bakal ketahuan oleh polwan yang sering (banget) patroli, lantas mobilnya ditilang, dan dibawa kabur oleh mobil derek khusus. Si pemilik harus menebus tilang dan biaya pengangkutan derek tersebut jika mau mobilnya kembali. Kalau di Indonesia ceritanya lain. Mentang-mentang di depan rumahnya, si pemilik mobil bisa dengan seenaknya memarkir mobil tanpa perlu mempertimbangkan bahwa kendaraannya menghalangi orang lain yang mau menggunakan jalan.
Kapasitas mesin yang kecil memang menjadi kelemahan keijidousha. Akan tetapi, batas maksimum kapasitas mesin yang terlalu kecil (menurut kebanyakan orang Indonesia) ini justru jauh lebih baik daripada yang ditetapkan oleh peraturan setengah abad yang lalu. Di tahun 1949, mobil mini hanya boleh berkapasitas 150 cc untuk mesin 4 tak dan 100 cc untuk mesin 2 tak. Setahun kemudian, peraturan ini direvisi dengan menaikkan batas maksimum kapasitas mesin menjadi dua kali lipat; 300 cc untuk mesin 4 tak dan 200 cc untuk mesin 2 tak.
Kalian tahu bemo? Ya, kendaraan umum beroda tiga yang dulu pernah ramai di Jakarta dan kini bisa dianggap sebagai "artefak" (ha ha ha), adalah contoh keijidousha Jepang produksi dekade '50-an. Bemo itu kendaraan pertama Daihatsu yang masuk ke Indonesia. Sejatinya, bemo itu bernama ダイハツ・ミゼット (Daihatsu Midget) dan berjenis mini truck.
Meskipun kecil, mesin minijidousha jelas punya keunggulan. Pertama, karena kapasitasnya kecil, jelas mesinnya irit bahan bakar. Kedua, mesin keijidousha tidak kalah secara teknologi dari mesin kendaraan yang lebih besar. Subaru Vivio RXR misalnya, meskipun mesinnya hanya 660 cc telah dilengkapi supercharger. Mitsubishi i MiEV malah telah menggunakan mesin elektrik. Lain cerita lagi dengan Indonesia, senangnya mesin besar bertenaga nggak peduli boros bahan bakar. Giliran harga BBM naik, semua teriak protes.
Subaru Vivio RX-R dengan mesin 660cc plus supercharger |
Secara finansial, memiliki keijidousha di Jepang lebih menguntungkan daripada mobil berukuran normal. Pertama, pajak harga beli kendaraan untuk keijidousha hanya 3% dari harga beli sedangkan 5% untuk mobil lainnya. Kedua, harga pajak berat-kendaraan keijidousha lebih murah daripada mobil biasa; jelas, karena ukurannya mini bobotnya juga ringan. Ketiga, biaya asuransi keijidousha sekitar 18.000--19.000 yen ketika diregistrasikan, sedangkan mobil lainnya 22.000--23.000 yen. Keempat, pajak kendaraan tahunan jelas lebih murah karena ukuran mesinnya yang mini.
Melihat berbagai keunggulan keijidousha, Mint bingung, mengapa importir kendaraan Jepang di Indonesia sepertinya enggan memasarkan mobil-mobil mini ini di Indonesia? Mungkin karena bentuknya yang terlalu kecil? Atau mesinnya yang kecil? Atau karena orang Indonesia memang lebih senang membeli mobil ber-image mewah dan keren (padahal belinya nyicil alias kreditan) meskipun kerepotan membayar pajak kendaraan dan menutupi biaya perawatan yang juga "mewah"?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar